TSPP_Sejumlah mama asli Papua yang tergabung dalam Solidaritas Mama-Mama
Pedagang Asli Papua, Kamis 18 September 2008 lalu, mendatangi DPRP
Provinsi Papua menuntut pemerintah segera membangun pasar tradisional bagi
mereka. Tuntutan itu pernah disampaikan beberapa kali. Tapi hingga kini tidak
pernah terlaksana. Apa gerangan?
Mama-mama Papua Demo |
Ini yang sekian kalinya. Sekitar 50 orang mama-mama
yang tergabung dalam Solidaritas Mama-Mama Pedagang Asli Papua-menuntut
pemerintah segera membangun pasar khusus untuk mama-mama pedagang asli Papua.
Selain berorasi, mama-mama juga melakukan yel-yel dan sejumlah spanduk.
“Jika otonomi khusus diberikan buat orang asli Papua, mana realisasinya?”
bunyi salah satu spanduk yang mereka bentangkan di halaman kantor DPRP Provinsi
Papua.
“Setiap hari kami berjualan di atas aspal, tidak ada alas apalagi atap,
tolong kah bapak, ibu anggota dewan untuk siapkan tempat yang layak. Kalau kami
tidak jualan sayur, keluarga kami mau makan apa?” teriak seorang mama saat
berorasi.
Berselang berapa jam kemudian, mama-mama didatangi Ketua Komisi F DPRP
Provinsi Papua Waynand Watory, Anggota Komisi A Meriam Ambolon, dan Yosephina
Pigay.
Mama-mama tetap menolak berdialog dengan ketiga anggota dewan tersebut.
Mereka ingin langsung bertemu dengan Ketua DPRP, John Ibo. Tetapi, kabarnya
Ketua DPRP nya tidak bisa karena sedang sakit.
Sebagian mama-mama tetap berorasi. “Dari mama-mama berjualan di
pinggir-pinggir toko ini yang bisa membuat anak-anaknya jadi pejabat. Tapi apa?
Setelah jadi pejabat, tidak ada satu pun yang peduli dengan keberadaan kami.
Kami ini berjualan untuk biaya anak sekolah supaya mereka pintar dan bisa bikin
Papua maju” ujar seorang mama dalam orasinya.
Pasar di kota ini dikuasai oleh para pedagang dari luar Papua. Padahal, kami
ini yang punya tanah. Saya tidak minta uang ataupun barang-barang mewah, tapi
saya cuma minta tempat yang layak untuk berjualan. Waktu itu kalian berjanji
tahun 2008 mau bikin pasar. Tapi, mana? Sampai saat ini tidak ada pasar khusus
untuk kami.
Beberapa saat kemudian, Wakil Ketua DPRP Provinsi Papua, Paskalis Kossay
keluar menerima mereka. Dalam dialog itu, Paskalis mengatakan pemerintah sedang
merencanakan membangun pasar empat lantai yang merupakan gabungan pasar
tradisional dan modern. Pembangunannya akan dimulai 2009 mendatang. Tentang
lokasinya belum ditentukan karena itu menjadi tanggung jawab pemerintah Kota
Jayapura. Soal lokasi pasar, mama-mama tetap ngotot dibangun di pusat kota
Jayapura.
Paskalis juga mengingatkan semua pihak agar tuntutan mama-mama membangun
pasar tradisional itu tidak dipolitisasi. Atau tidak boleh ada pihak-pihak yang
memboncengi tuntutan ini. Usai dialog, mama-mama pulang dengan tertib.
MAMA-mama itu seakan sudah habis kesabaran untuk meneriakkan pemerintah
untuk segera membangun pasar tradisional bagi mereka.
Harapan mama-mama asli Papua tidak muluk-muluk bahwa kali ini teriakkan
mereka harus tiba ditelinga dan hati para anggota dewan terhormat dan para
pejabat di provinsi dan kota Jayapura. Mengapa tidak?
Lihat itu kota Jayapura, saban hari berkembang sangat cepat. Di setiap
jengkal tanah dalam kota Jayapura berjejer rumah toko atau ruko, pasar
swalayan, toko elektronik, dan perkantoran. Tak ketinggalan, sentra pemukiman
penduduk pun mulai disulap dan sulit dibedakan mana yang pasar dan mana
pemukiman penduduk.
Kota Jayapura berkembang seakan tak berpemerintahan. Setiap orang membangun
apa saja sesuka hati. Kota pun berkembang tak teratur, terlihat kumuh dan
kotor.
Pemerintah kota Jayapura lebih memihak ke para pemilik modal dari pada
berpihak kepada mama-mama asli Papua itu. Orientasi pembangunannya pun jelas
memihak pemodal, sehingga dengan mudahnya mereka membangun pusat-pusat
perbelanjaan di kiri-kanan jalan utama dari ujung Jayapura sampai Sentani.
Sementara mama-mama asli Papua mulai tersingkir cari tempat jualan.
*** Nur Rahmatika
http://suaraperempuanpapua.wordpress.com/2008/10/02/mama-demo-tuntut-bangun-pasar/#more-179, In Suara Perempuan on Kamis, Oktober 2, 2008 at 8:48 pm.
Setelah Memabaca berita ini, Jangan Lupa Tingalkan Pesan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Apa Pendapatmu